Beranda » Posts tagged 'kompas'

Tag Archives: kompas

Lele Saja Tak Mau Bertelur

PURBALINGGA, KOMPAS.com- Kondisi cuaca ekstrem yang tidak menentu memengaruhi produksi benih ikan lele di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Ikan lele yang lazimnya bertelur antara satu hingga 1,5 bulan mundur hingga tiga bulan. Akibatnya, produksi benih ikan terlambat, suplai untuk budi daya pembesaran juga terganggu.

Kepala Bidang Perikanan pada Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Purbalingga Siswanto, Sabtu (1/10/2011), mengatakan, suhu yang panas pada siang hari dan berubah dingin pada malam hari mengacaukan metabolisme, sehingga reproduksi induk ikan terhambat. Tidak hanya pada lele, ikan gurami yang bertelur setiap dua bulan terlambat hingga tiga atau empat bulan.

“Induk ikan tidak dapat menghasilkan telur berkualitas bagus. Bahkan, kematian benih yang dihasilkan dari telur tersebut sangat tinggi dan pertumbuhannya lambat,” ungkapnya.

Terkait hal itu, Disnakkan Purbalingga membeli 1.200 ekor induk ikan lele jenis Sangkuriang dari Balai Budi Daya Air Tawar Sukabumi sebanyak 80 paket, masing-masing terdiri lima ekor pejantan dan 10 ekor betina. Pembelian induk ikan bersertifikat bibit unggul tersebut dilakukan untuk mengatasi kekurangan benih ikan di Purbalingga.

“Kami membeli 52 paket bibit ikan gurami dan setiap paket terdiri satu ekor pejantan dan empat ekor betina serta tiga paket benih ikan nila yang masing-masing terdiri 100 ekor pejantan dan 300 ekor betina,” ujarnya.

Kerupuk Lele, Kudapan Kreatif Karya Siswa Jember

Ilustrasi

JEMBER, KOMPAS.com – Di bawah bimbingan para gurunya, para siswa SMKN 1 Sukorambi, Jember, berhasil memproduksi kerupuk berbahan dasar lele. Ide bermula dari pengamatan bahwa masyarakat tak pernah bosan dengan makanan bertajuk pecel lele.

Para siswa pun berpikir untuk mengolah lele menjadi kerupuk. Mereka mencoba sejumlah cara untuk membuat kerupuk lele hingga menemukan langkah-langkah untuk membuatnya dengan sederhana.

Proses pembuatan kerupuk ini dimulai dengan membersihkan organ dalam lele yang akan diolah. Kemudian, semua bagian lele, mulai darikepala hingga ekor dimasak dalam panci presto.

Setelah dimasak hingga lunak, barulah dicampur dengan bumbu racikan dan diolah menjadi kerupuk.

Guru produktif agribisnis perikanan SMKN 1 Sukorambi, Ranti Eri Rismawati, mengatakan, anak-anaknya sudah membuat kerupuk lele setahun belakangan ini. Selain itu, masyarakat juga menyambut baik kehadiran penganan ringan ini.

“Selain rasanya enak, kerupuk ini kandungan gizinya juga sangat tinggi,” ungkapnya.

Prospek kerupuk lele untuk dikembangkan sangat besar. Menurut Ranti, hal ini didukung oleh ketersediaan lele sebagai bahan dasar yang cenderung melimpah dan harganya pun murah. Mereka lebih mudah memperolehnya karena sekolah juga turut membudidayakan lele.

Ketertarikan masyarakat terhadap kerupuk lele buatan mereka tak hanya datang dari dalam kota. Setelah ikut pameran di Mataram, Nusa Tenggara Barat, beberapa waktu lalu, permintaan dari luar daerah pun meningkat.

Sayangnya, sekolah belum bisa memenuhi banyak permintaan karena sumber daya produksi mereka terbatas. Dalam satu pekan, lanjut Ranti, SMKN 1 Sukorambi bisa membuat 20 kilogram kerupuk lele.

Kerupuk lele mentah dibanderol dengan harga Rp 25.000 per kilogram, sementara yang sudah digoreng dijual dengan harga Rp 45.000 per kilogram. Pihak sekolah berharap, kerupuk lele dapat menjadi produk olahan dan oleh-oleh khas Jember di masa depan.

Sumber :
Editor :
Caroline Damanik

Harga Ikan Lele Naik

Ilustrasi

SEMARANG, KOMPAS.com — Ikan lele sedang naik daun di Kota Semarang, Ungaran, dan sekitarnya di Jawa Tengah.

Setelah banyak peternak panen ikan lele minggu ini, ikan lele kini justru mahal harganya. Harga ikan lele saat ini Rp 11.000 per kilogram, dari sebelumnya Rp 6.500 per kilogram.

Sujono, peternak ikan lele di Desa Mendongan, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang, Selasa (18/9/2012), mengemukakan, musim kemarau ini tampaknya tidak mempengaruhi produksi ternak ikan lele. Hasil panen ikan lele terbesar mencapai 1,5 ton di kolam satu hektar.

Di Desa Mendongan saja terdapat lebih dari 15 peternak ikan lele. Hasil panen ikan lele dikirim ke sentra obyek wisata kuliner di Jimbaran, Kabupaten Semarang, juga sejumlah rumah makan plus pemancingan di Boja, Limbangan, Kabupaten Kendal, serta sejumlah warung makan di Kota Semarang.

 
Editor :
Agus Mulyadi

Tawaran Laba dari Kuliner Olahan Lele

KOMPAS.com – Makanan olahan ikan lele sudah sangat tenar di Indonesia. Sebagai makanan yang digemari semua kalangan, peluang usaha makanan ini terbuka lebar.Makanya, banyak pengusaha kuliner memilih makanan olahan lele sebagai ladang penghidupan. Salah satu pemain bisnis ini adalah Ferry yang mengusung brand Raja Lele di Bekasi, Jawa Barat.

Mendirikan usaha sejak tahun 2008, mulai tahun 2011 lalu ia resmi menawarkan kemitraan usaha. Hingga kini, Raja Lele telah memiliki lima gerai yang berlokasi di Jakarta dan Bekasi.

Hingga kini Raja lele telah memiliki lima gerai. “Tiga gerai di antaranya adalah milik saya dan seluruhnya berlokasi di Bekasi,” ujar Ferry. Sedangkan dua lainnya merupakan milik mitra yang berlokasi di Jakarta.

Raja Lele menawarkan beberapa menu olahan ikan lele, seperti lele bakar, lele goreng, lele kremes, lele lada hitam, lele mayonaise, omelet lele, dan sup bola lele. Di luar lele ada juga menu makanan ringan, seperti otak-otak, siomay, hingga rolade. “Kami memiliki sekitar delapan varian sambal dan aneka bentuk olahan lele,” ujar Ferry.

Selain variasi olahannya banyak,  lele olahannya juga memiliki ukuran agak besar dengan rasa yang gurih. Sementara, minuman yang ditawarkan ada es campur, es cendol, mocafrio, hingga sop buah.

Aneka menu makanan dan minuman di Raja Lele itu dibanderol mulai Rp 7.000 hingga Rp 20.000. Namun, mitra masih bisa menaikkan harga sesuai dengan lokasi.

Dalam kerjasama kemitraan ini, Raja Lele menawarkan dua paket investasi. Pertama, paket senilai Rp 4,5 juta. Pada paket ini mitra akan mendapatkan pelatihan, peralatan masak, cool box, brosur dan spanduk, serta seragam karyawan.

Untuk operasional, mitra juga akan mendapatkan peralatan makan, serta bahan baku awal untuk lele, ayam sambal, otak-otak dan rolade. Selain itu, ada juga pelatihan, pendampingan, konsultasi usaha, dan konsultasi set up interior.

Kedua, paket senilai Rp 9 juta. Dalam paket ini, fasilitas  peralatan dan bahan baku awal yang diberikan lebih banyak. “Di dalam paket Rp 9 juta ini, mitra juga akan mendapatkan booth,” ujar Ferry.

Ia mengestimasikan mitra bisa memperoleh omzet Rp 9 juta per bulan. Dengan laba bersih 50 persen, mitra diperkirakan bisa balik modal dalam waktu kurang dari enam bulan. Untuk kedua paket tersebut, Ferry tidak memungut biaya royalty fee bagi mitranya. (Revi Yohana/Kontan)